Sejarah Negara Pasundan


     Seperti yang telah diketahui oleh khalayak umum, rakyat Indonesia menghadapi banyak tantangan dalam mempertahankan kemerdekaan yang diproklamasikan oleh Soekarno dan Moh. Hatta pada 17 Agustus 1945. Salah satu tantangan itu adalah kembalinya Belanda ke tanah Indonesia untuk menjajah kembali negeri kita. Ada banyak cara yang ditempuh oleh Belanda dalam usaha menaklukan Indonesia, salah satunya adalah menggunakan strategi mirip devide et impera yang pernah digunakan untuk menaklukan kerajaan-kerajaan lokal yang ada di Nusantara. Strategi ini adalah mendirikan negara-negara boneka Belanda di wilayah-wilayah yang diduduki oleh Belanda. Dari sekian negara-negara boneka yang selanjutnya menjadi negara bagian dari Republik Indonesia Serikat, salah satu yang besar dan cukup berpengaruh adalah Negara Pasundan.

     Negara Pasundan pertama kali dicetuskan oleh mantan Bupati Garut, Musa Suria Kartalegawa yang menentang pemerintah Republik dengan pendirian Partai Rakyat Pasundan (PRP) pada 18 November 1946. Negara ini lalu diproklamasikan pada 4 Mei 1947 di Bandung. Setelah memproklamasikan Negara Pasundan, PRP menduduki kantor-kantor pemerintah Republik di Bogor dan menculik pejabat Republik.

Suria Kartalegawa
Sumber: merdeka.com

Pendirian Negara Pasundan ditentang oleh banyak pihak, termasuk rakyat dan pemuka Sunda yang pro-Republik. Bahkan, keluarga Suria Kartalegawa ikut menentang pendirian negara boneka Belanda ini. Ibu Soeria yang sudah lanjut usia berbicara di muka corong Radio Republik Indonesia di Garut:
"Uca (nama panggilan Suria Kartalegawa), lbu tidak mengerti kau berbuat yang bukan-bukan. Tak ingatkah kau kepada lbu dan saudara-saudaramu, sehingga kau memisahkan diri dari keluarga. lbu dan saudara-saudaramu bahkan Mang Abas (bekas bupati Cianjur dan tinggal di Tasikmalaya) tidak menyetujui kau mendirikan Negara Pasundan."
Akhirnya, Negara Pasundan yang minim dukungan lenyap dan Belanda mengadakan konferensi untuk membentuk negara federal baru di Jawa Barat.

Bendera dan Lambang Negara Pasundan
Sumber: id.wikipedia.org

     Konferensi untuk membentuk negara baru dilakukan 3 kali; 13-18 Oktober 1947, 16-20 Desember 1947, dan 23 Februari-5 Maret 1948. Pada konferensi terakhir, diputuskan pendirian Negara Jawa Barat (yang kemudian berganti nama menjadi Negara Pasundan) dengan Wiranatakusumah V sebagai Wali Negara dan Adil Puradireja sebagai Perdana Menteri. Keduanya adalah tokoh Sunda yang pro-Republik. Wiranatakusumah sebelumnya menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri dan Ketua Dewan Pertimbangan Agung Indonesia. Pengangkatan Wiranatakusumah sebagai Wali Negara Pasundan disetujui oleh Sukarno karena dianggap dapat membantu agar Jawa Barat tidak lepas dari Republik dan jatuh ke dalam pengaruh Belanda.


Wiranatakusumah V dan Adil Puradireja
Sumber: id.wikipedia.org

     Kabinet pertama dibentuk setelah Adil Puradireja diangkat sebagai perdana menteri, tetapi kabinetnya hanya bertahan selama 6 bulan lebih. Saat Agresi Militer Belanda II dimulai pada 19 Desember 1948 yang berhasil menduduki Yogyakarta dan menangkap Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, Adil mundur dari jabatannya sebagai protes. Karena itu, Wiranatakusumah menunjuk Jumhana Wiriaatmadja yang juga pro-Republik untuk menggantikan Adil sebagai perdana menteri.

Wiranatakusumah dengan anggota Kabinet Adil dan Kabinet Jumhana I
Sumber: en.wikipedia.org

     Jumhana membentuk Kabinet Jumhana I yang hanya bertahan selama sebulan setelah ditentang oleh Belanda karena program kabinet yang pro-Republik, kehilangan dukungan Parlemen Pasundan, dan keempat anggota kabinet mengundurkan diri, sehingga kabinetnya dibubarkan. Jumhana membentuk Kabinet Jumhana II sebagai pengganti kabinet sebelumnya pada 31 Januari 1949. Belajar dari peristiwa sebelumnya, Jumhana membuat program kabinet yang lebih lunak, yang mengupayakan pembentukan negara federal dan berdaulat Indonesia di mana Republik dapat ikut serta dan mengambil peran di dalamnya. Belanda terus menekan kabinet Jumhana supaya tidak terlalu pro-Republik.

     Pada 16 Juli, Front Nasional, sebuah koalisi yang terdiri atas beberapa partai, menuntut pembubaran Kabinet Jumhana II dan pembentukan kabinet baru. Seluruh anggota kabinet mengundurkan diri, sehingga Jumhana membubarkan kabinetnya pada 18 Juli 1949 dan membentuk Kabinet Jumhana III. Kabinet ini menjalankan program-program seperti membentuk tatanan yang kuat di Negara Pasundan, pemberantasan buta huruf, dan pembentukan Republik Indonesia Serikat yang bebas dan berdaulat. Pada masa kabinet ini, muncul masalah baru, yaitu pendirian Negara Islam Indonesia di Jawa Barat oleh Kartosuwiryo yang menginginkan negara Islam di Indonesia.

     Setelah penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Republik Indonesia Serikat, Jumhana mengundurkan diri dari jabatannya dan Kabinet Jumhana III dibubarkan. Wiranatakusumah menunjuk Anwar Cokroaminoto, anak H.O.S. Cokroaminoto, sebagai pengganti Jumhana, dan dibentuk Kabinet Anwar. 

Anwar Cokroaminoto
Sumber: id.wikipedia.org

     Semakin banyak pihak yang menginginkan agar Negara Pasundan dibubarkan dan bergabung dengan Republik Indonesia, termasuk para anggota Parlemen Pasundan. Akhirnya, Negara Pasundan mendekati kejatuhannya saat terjadi peristiwa pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) pada 23 Januari 1950 yang berusaha mempertahankan Negara Pasundan dan menuntut agar APRA diakui sebagai angkatan perang Negara Pasundan. Imbas dari peristiwa tersebut, Anwar beserta beberapa anggota kabinetnya ditahan, walaupun pada akhirnya dibebaskan kembali. Tujuh hari setelah peristiwa APRA, Wiranatakusumah sebagai Wali Negara menyerahkan mandatnya kepada Parlemen Pasundan.

     Karena kekacauan yang terjadi pasca pemberontakan APRA, Pemerintah RIS mengangkat Gubernur Jawa Barat saat itu, Raden Mas Sewaka, sebagai Komisaris RIS untuk Negara Pasundan yang bertugas untuk menyelenggarakan pemerintahan Negara Pasundan. 10 Februari 1950, pemerintah Negara Pasundan menyerahkan kekuasaannya kepada Komisaris RIS. Sidang diselenggarakan pada 8 Maret 1950 di Gedung Parlemen Pasundan untuk menentukan nasib Negara Pasundan. Disetujui bahwa Negara Pasundan harus dibubarkan dan bergabung dengan Republik. Akhirnya, pada 11 Maret 1950, Negara Pasundan dibubarkan dan wilayah Jawa Barat kembali ke pangkuan Republik. Pemerintah Jawa Barat kembali berkuasa atas wilayah Jawa Barat dengan Sewaka tetap sebagai gubernur.

Komentar